JAWARANWS.COM - Medan, Sidang kedua gugatan Praperadilan (Prapid) yang diajukan oleh seorang warga yang kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Pelabuhan Belawan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam, Selasa (8/7/2025). Gugatan ini diajukan melalui kuasa hukum Arianto Nazara, SH, dari Law Firm S.A.B & Partner, dan terdaftar dengan Nomor Perkara: 6/Pid.Pra/2025/PN Lbp.
Pada persidangan pertama, Senin (7/7/2025), pihak pemohon telah membacakan permohonan yang menyebut adanya dugaan pelanggaran hukum acara, cacat administrasi, serta kesalahan prosedural dalam proses penetapan kliennya sebagai tersangka.
Dalam sidang hari kedua, kuasa hukum pemohon, Supesoni Mendrofa, SH, menyoroti kekeliruan fatal dalam penggunaan dasar hukum Laporan Polisi (LP) untuk menetapkan status tersangka.
“Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan LP/B/329/VI/2024/SPKT/Polda Sumut, padahal yang benar adalah LP/B/329/VI/2024/SU/SPKT Pelabuhan Belawan,” jelas Supesoni kepada wartawan.
Menurutnya, kekeliruan tersebut berimplikasi serius terhadap legalitas penyidikan dan status tersangka kliennya.
Cacat Prosedural dan Dugaan Pelanggaran HAM
Tim kuasa hukum membeberkan sejumlah kejanggalan dalam proses penyidikan:
1. Tidak ada cek TKP dimana terjadi suatu tindak pidana;
2. Tidak dilakukan mediasi;
3. Tidak ada dilakukan konfrontir antara terlapor dengan pelapor serta para saksi;
4. Terlapor baru 1 kali di undang untuk wawancara;
5. Tidak ada pemeriksaan saksi dari pihak terlapor;
6. Terlapor dijadikan tersangka tanpa melalui proses sebagai dimaksud dalam hukum acara Pidana dan Perkap nomor 6 tahun 2019.
“Prapid ini kami ajukan karena ada indikasi kuat pelanggaran etika dan prosedur. Ini juga bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia,” tegas Supesoni.
Ia menyebut bahwa tindakan penyidik berpotensi melanggar KUHAP dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang mengatur secara rinci prosedur dalam penanganan perkara pidana.
Tim hukum juga menyoroti bahwa kliennya justru merupakan pelapor pertama dalam perkara ini. Laporan tersebut telah diajukan ke Polsek Medan Labuhan pada 23 Juni 2024 lalu dengan Nomor LP/B/535/VI/2024/SPKT/Polsek Medan Labuhan.
Namun, laporan tersebut tidak ditindaklanjuti secara adil. Sebaliknya, klien mereka Atas mana yarlisidi loi, darman zamili, malah dijadikan tersangka dalam laporan lain yang muncul belakangan Ini. bukan hanya itu saja saksi pihak korban pun ikut serta jadi tersangka
“Penanganan perkara ini tidak imparsial. Seolah-olah hanya ingin menghukum klien kami, sementara fakta-fakta yang memberatkannya pun belum diuji secara objektif,” ujar Supesoni.
Dalam persidangan hari ini (8/7), pihak termohon menyampaikan jawaban atas gugatan yang diajukan oleh tim kuasa hukum pemohon. Sebagai respons, pemohon akan menyerahkan Replik dalam bentuk tertulis pada sidang berikutnya yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 9 Juli 2025, pukul 09.30 WIB di PN Lubuk Pakam Kelas IA.
Tim kuasa hukum berharap majelis hakim dapat menguji dan menilai secara objektif dugaan pelanggaran prosedural dalam penetapan tersangka ini. Mereka menekankan bahwa Praperadilan merupakan mekanisme konstitusional untuk menjaga hak-hak individu dari penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum.
“Kami percaya pengadilan akan menjadi benteng terakhir keadilan. Semoga semua prosedur yang tidak sesuai dapat dibatalkan demi kepastian hukum dan keadilan bagi semua,” pungkas Supesoni.
( Tim )