JAWARANEWS. COM - Medan, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Jurnalis Hukum (DPP AJH), Dofuzogamo Gaho, SH, mendesak pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming untuk segera melakukan deteksi dini terhadap praktik perdagangan manusia yang berkedok tawaran pekerjaan sebagai operator industri di tiga negara Asia Tenggara: Thailand, Kamboja, dan Myanmar.
Menurut Dofu Gaho, langkah konkret sangat dibutuhkan untuk mencegah semakin maraknya Warga Negara Indonesia (WNI) yang terjebak dalam sindikat perdagangan manusia, dengan dalih bekerja di luar negeri.
“Tidak cukup hanya omong-omong. Pemerintah harus mengambil tindakan nyata, salah satunya dengan memperketat proses pengurusan paspor, terutama bagi pemohon yang akan bepergian ke tiga negara tersebut, serta memperbanyak patroli di pelabuhan-pelabuhan kecil,” tegas Dofu kepada wartawan, Kamis (29/5/2025).
Ia juga meminta agar petugas Imigrasi memberikan pemahaman yang jelas kepada para calon pekerja terkait situasi di negara tujuan.
“Petugas harus menjelaskan bahwa Indonesia tidak memiliki kerja sama resmi dalam penempatan tenaga kerja ke negara-negara tersebut,” ujarnya.
Dofu menekankan perlunya sinergi lintas kementerian dan lembaga untuk meminimalisir minat masyarakat bekerja secara ilegal. Ia mendorong keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Intelijen Mabes Polri untuk turun langsung ke lapangan guna membongkar sindikat di balik pengiriman tenaga kerja ilegal.
“Sudah saatnya BIN dan intelijen Polri turun tangan. Negara ini terus dihantui isu-isu serius seperti perdagangan organ tubuh, maraknya perjudian online maupun offline, hingga isu peredaran ijazah palsu. Kita seperti hidup di negeri yang tak menjunjung hukum,” ungkapnya prihatin.
Lebih lanjut, AJH meminta agar Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) menjadi garda terdepan dalam pelayanan, penempatan, serta perlindungan hukum dan pengawasan terhadap para Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Fenomena meningkatnya ketertarikan WNI untuk bekerja sebagai operator judi online di luar negeri juga disorot oleh AJH. Menurut Dofu, banyak dari mereka yang sebenarnya enggan, namun tuntutan ekonomi memaksa untuk mengambil risiko.
“Ironisnya, sebagian besar dari mereka yang berangkat justru berada pada usia produktif, antara 19 hingga 35 tahun, bahkan banyak yang bergelar Sarjana (S1),” tuturnya.
AJH berharap pemerintah segera mengambil langkah serius untuk melindungi dan menyelamatkan para pekerja migran, khususnya yang berada di Thailand, Kamboja, dan Myanmar.
“Pemerintah harus hadir, melindungi warga negaranya, dan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara hukum yang peduli terhadap rakyatnya,” tutup Dofu Gaho. ( Tim )